Instrospeksi (Muhasabatun-Nafs)
Introspeksi diri dalam bahasa ilmiah dikenal dengan istilah Muhasabatun-nafs. Dia merupakan perkara yang sangat penting. Jiwa manusia tidak akan baik kecuali mau mengintrospeksi dirinya sendiri. Barangsiapa yang introspeksi diri pada hari ini dia akan selamat pada hari esoknya, insya’ Allahu Ta’ala.
Muhasabatun-nafs dilakukan dengan cara bertanya pada diri sendiri, merenungi, berkaca terhadap aib dan kekurangan. Kejujuran dan mau mengakui kesalahan adalah di antara kunci ke¬berhasilan muhasabatun-nafs.
Apa yang diharapkan dari muhasabatun-nafs? Perubahan yang nyata, itulah yang menjadi tujuannya. Dari jelek menuju baik, mak¬siat menuju taat, lalai menjadi ingat.
Imam al-Mawardi رحمه الله mengatakan: “Muha¬sabah adalah mengintrospeksi diri pada malam hari terhadap aktivitasnya di siang hari. Apabila terpuji maka dilanjutkan dengan perbuatan yang semisal. Jika ternyata jelek, dia akan memperbaiki dan tidak mengulanginya di hari esok.”
Muhasabah adalah ketika akal memperhatikan kondisi jiwa, semakin baik atau semakin rusak. Se¬lalu bertanya terhadap perbuatan yang dikerjakan. Mengapa dikerjakan, dan untuk siapa? Jika kebaik¬an ini karena Allah عزّوجلّ dia akan meneruskannya, jika tidak maka dihentikan. Dia akan selalu mencela jiwa atas kelalaian dan kesalahan, jika bisa ditambal dengan perbuatan baik yang menghapusnya, dia akan segera mengerjakannya.”
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan: “Karena seorang hamba akan dihisab atas segala sesuatu, sampai pendengaran, mata dan hatinya sebagai¬mana Allah berfirman:
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. al-Isro’ [17]: 36)
Semestinya setiap insan muhasabah dirinya sebe¬lum dia diteliti dalam perhitungan hari kiamat. Yang menunjukkan wajibnya introspeksi diri ada¬lah firman Allah سبحانه و تعالي yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. al-Hasyr [59]: 18)
Yaitu hendaklah setiap orang melihat apa yang sudah diperbuatnya untuk hari kiamat, apakah amalannya termasuk amalan yang sholih yang bisa menyelamatkan dirinya ataukah amalan yang jelek yang akan membinasakannya. Walhasil, bahwa ke¬baikan hati adalah dengan muhasabah diri. Hati akan jelek jika diremehkan dan ditinggalkan.
Keutamaan dan Manfaat Intropeksi Diri
Allah memerintahkannya Berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالي yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertak¬walah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengeta¬hui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menja¬dikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hasyr [59]: 18-19)
Syaikh Abdurrohman as-Sa’di رحمه الله mengatakan: “Ayat yang mulia ini adalah dalil tentang muha¬sabah seorang hamba terhadap dirinya. Dan su¬dah selayaknya bagi manusia untuk berintrospeksi diri. Jika dia menjumpai kekurangan, maka wajib menambalnya dan berlepas diri dari dosa dengan taubat serta berpaling dari segala sebab yang bisa membawa dosa. Jika dia menilai bahwa dirinya banyak meremehkan perintah-perintah Allah عزّوجلّ, maka hendaknya ia bersungguh-sungguh dan me¬minta pertolongan kepada Allah عزّوجلّ agar diberi¬kan kekuatan untuk menjalankan perintah. Maka yang terhalang dari kebaikan adalah orang yang lalai dari perkara ini, dia seperti kaum yang lupa kepada Allah عزّوجلّ, tidak ingat hak-hak Allah عزّوجلّ, dan dia malah berpaling mengikuti hawa nafsu! Aki¬batnya Allah عزّوجلّ melupakan mereka, melupakan kebaikan dan manfaat bagi mereka. Jadilah perkara mereka tidak membuahkan apa pun. Mereka kem¬bali dalam keadaan merugi dunia dan akhirat, ter¬tipu dan tidak mungkin ditambal, karena mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Introspeksi diri adalah jalan selamat bagi jiwa
Seorang muslim diibaratkan sebagai tawanan di dunia ini. Dia tidak akan merasa aman sedikitpun hingga berjumpa dengan Allah عزّوجلّ.2 Segala tindakannya akan ditanya pada hari esok. Oleh karenan¬ya bagi orang yang berintrospeksi diri kemudian bangkit dengan memperbaiki arah hidupnya, dia akan memetik buahnya di hari yang tiada guna lagi harta dan anak. Allah عزّوجلّ berfirman:
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah me¬reka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. al-Mu-jadilah [58]: 6)
Dan juga firman Allah سبحانه و تعالي:
يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُّحْضَراً وَمَا عَمِلَتْ مِن سُوَءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَاللّهُ رَؤُوفُ بِالْعِبَادِ
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala keba¬jikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya: ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh: dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imron [3]: 30)
Ketahuilah, sebagaimana orang yang berge¬lut dalam dunia bisnis dan perdagangan, mereka menghitung hasil usahanya di akhir bulan atau tahun. Demikian pula hendaknya seorang muslim menghitung terhadap amalannya.
Bila pedagang menghitung hasil usahanya un¬tuk mengetahui untung dan rugi, adapun seorang muslim yang dicari dengan introspeksi diri adalah keuntungan akhirat dengan meraih jiwa yang ber¬sih. Karena hal itu adalah inti kebahagiaan dirinya. Allah سبحانه و تعالي berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sesungguhnya beruntung lah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang me¬ngotorinya.” (QS. asy-Syams [91]: 9-10)
Introspeksi diri akan menghantarkan taubat kepada Allah عزّوجلّ Orang yang melihat keadaan dirinya ternyata berada dalam kekurangan akan segera memper¬baiki dan bertaubat kepada Allah عزّوجلّ
Allah سبحانه و تعالي berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalah¬annya.” (QS. al-A’rof [7]: 201)
Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan selama dia introspeksi diri dan hal itu menjadi perhatiannya.”
Mengingatkan perhitungan di akhirat
Seluruh hamba pasti akan diadili Allah عزّوجلّ. Sebe¬lum kita mengalami, ada baiknya kita introspeksi diri dan menghitung amalan sendiri. Alangkah bagusnya ucapan sahabat mulia Umar bin Khaththab رضي الله عنه tatkala berkata: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Karena hal itu akan lebih ringan bagi kalian dalam menghadapi hari hisab besok.”
Bentuk-bentuk Intropeksi Diri
1. Introspeksi diri sebelum beramal
Yang bisa dilakukan untuk tujuan ini ialah de¬ngan melihat dan memperhatikan keinginan jiwa ketika akan berbuat. Hendaknya dia menilai apa¬kah keinginan yang terlintas itu untuk kebaikan dan ada manfaatnya ataukah kejelekan semata. Jika baik maka bisa dikerjakan, namun jika tidak hen¬daknya dibatalkan. Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Semoga Allah merahmati seseorang yang bisa me¬nilai ketika timbul keinginannya. Jika keinginannya karena Allah dia teruskan, namun apabila untuk selain-Nya dia akhirkan.”
Jenis muhasabah sebelum beramal ini sangat penting untuk menimbang apakah amalan yang akan kita kerjakan baik ataukah jelek, ikhlas kare¬na Allah عزّوجلّ ataukah ingin riya’. Agar benar-benar amalan kita diterima di sisi Allah عزّوجلّ dan tidak sekedar beramal tanpa mempedulikan akibatnya, sehingga termasuk dalam firman Allah عزّوجلّ yang berbunyi:
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَاراً حَامِيَةً
“Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sa¬ngat panas (neraka).” (QS. al-Ghosyiyah [88]: 3-4)
2. Introspeksi diri setelah beramal
Jenis introspeksi ini ada beberapa bentuk:
a. Introspeksi diri terhadap ketaatan yang su¬dah dikerjakan akan tetapi masih ada celah-celah yang kurang. Yang harus dipenuhi ke¬tika mengerjakan ketaatan adalah ikhlas dan mutaba’ah Rosululloh صلي الله عليه وسلم . Hendaklah dua perkara ini menjadi inti perhatiannya dalam beramal.
Introspeksi diri terhadap seluruh perbuatan yang bila ditinggalkan akan lebih baik daripada diker¬jakan. Contoh kongkretnya adalah bila mengerjakan kemaksiatan atau mengerjakan perbuatan yang tidak wajib hingga perkara yang wajib ter¬lalaikan, seperti orang yang sholat tahajjud se¬malam suntuk hingga sholat subuhnya terlewat¬kan.
b. Introspeksi diri terhadap perkara yang boleh atau kebiasaan. Yaitu dengan bertanya diri sendi¬ri apakah saya mengerjakannya ada niat ibadah ataukah sekedar rutinitas biasa. Karena perkara yang boleh bisa bernilai ibadah jika diniatkan ibadah. Sahabat Mulia Mu’adz bin Jabal per¬nah berkata:
أَمَّا أَنَا فَأَقُومُ وَأَنَامُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي
“Adapun saya, maka saya sholat dan tidur. Dan saya berharap dalam tidur saya apa yang saya harapkan dalam sholat saya.” (HR. al-Bukhori: 4086, Mus¬lim: 1733)
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Hendaknya mulai dari perkara-perkara yang wajib, apabila menjumpai kekurangan maka berusahalah untuk menutupnya. Kemudian perkara-perkara yang di¬larang, jika sadar bahwa dirinya pernah menger¬jakan yang haram maka tambah lah dengan taubat, istighfar dan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa. Kemudian introspeksi diri terhadap perkara yang melalaikan dari tujuan hidup ini. Jika sela¬ma ini banyak lalai, maka hilangkan lah kelalaian tersebut dengan banyak dzikir, menghadap Allah عزّوجلّ. Kemudian introspeksi diri terhadap anggota badan, ucapan yang keluar dari lisan, langkah kaki yang diayunkan, pandangan mata yang dilihat, telinga dalam hal yang didengarkan. Tanyakan¬lah dalam diri, apa yang saya inginkan dengan ini, untuk siapa saya kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar