Saleum Troeh Teuka

Saleum Troeh Teuka
Selamat datang wahai saudaraku ke tempat kami

Jumat, 19 November 2010

Tolak Ukur Mampu dalam Berhaji

Tolak Ukur Mampu dalam Berhaji

Tolak Ukur Mampu dalam Berhaji

Posted: 28 Oct 2010 10:00 PM PDT

Pertanyaan:

Apakah tolok ukur mampu dalam berhaji dan apa saja persyaratannya?

Jawab:

Tolok ukur mampu dalam berhaji telah ditafsirkan dalam hadits, yaitu memiliki bekal dan kendaraan. Namun, tolok ukur dalam hal ini lebih umum dari hal tersebut. Barangsiapa yang mampu berangkat menuju Mekkah dengan berbagai sarana yang ada, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Apabila dia mampu berjalan dan mengangkut barangnya, atau menjumpai orang lain yang dapat mengangkutnya, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Demikian pula, jika dia mampu membayar biaya transportasi untuk menggunakan alat transportasi modern seperti kapal laut, mobil, dan peshallallahu ‘alaihi wa sallamat, maka haji dan umrah wajib baginya.

Apabila dia memiliki bekal dan kendaraan untuk berhaji, namun tidak mampu menemukan orang yang bisa menjaga barang dan keluarganya, atau dia tidak memiliki uang untuk dinafkahkan kepada keluarganya selama dia berhaji, maka haji tidak wajib baginya karena adanya masyaqqah. Demikian pula, apabila ternyata jalur perjalanan adalah jalur yang rawan atau dia khawatir akan adanya perampok, adanya pajak yang teramat memberatkan, atau waktu tidak cukup untuk sampai ke Mekkah, atau dia tidak mampu menaiki berbagai alat transportasi yang ada dikarenakan sakit atau adanya bahaya, maka kewajiban haji gugur darinya dan dia wajib mencari orang untuk menggantikannya berhaji apabila dia memiliki kemampuan finansial untuk itu. Apabila dia tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu, maka haji tidak wajib baginya. Wallahu a’lam.

Syaikh Ibnu Jibrin.

Fatawa Islamiyah: Asy Syamilah

Rangkuman

Dari penjelasan beliau di atas, tolok ukur mampu dalam berhaji adalah sebagai berikut:

1. Memiliki bekal dan kendaraan yang bisa mengantarkan seorang untuk berhaji ke Mekkah. Jika tidak memiliki kendaraan, maka dia memiliki kemampuan finansial untuk membiayai perjalanan haji yang akan ditempuhnya.
2. Meninggalkan uang sebagai nafkah keluarganya selama ditinggal berhaji. Ini merupakan pendapat jumhur[1]
3. Ada orang yang mampu menjaga barang dan keluarganya.
4. Adanya keamanan selama melakukan perjalanan, baik keamanan yang terkait dengan jiwa maupun harta.
5. Perjalanan berhaji memungkinkan untuk dilakukan oleh jama’ah haji ditinjau dari segi fisik jama’ah dan waktu.

Catatan

Bagi kaum muslimin yang memenuhi semua ketentuan di atas, haji wajib untuk dilaksanakan olehnya.

Kami menghimbau diri kami dan kaum muslimin untuk memprioritaskan penunaian kewajiban berhaji daripada sekedar memenuhi hasrat memiliki harta yang tidak urgen seperti mobil dan kebutuhan-kebutuhan non primer lainnya. Terdapat ancaman bagi mereka yang telah mampu untuk berhaji namun tidak menunaikannya.

Allah ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا ومن كفر فإن الله غنى عن العالمين (٩٧)

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang kufur/mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali ‘Imran: 97).

Al Hasan Al Bashri rahimahullah dan ulama selain beliau berkata tatkala menafsirkan ayat ini,

إن من ترك الحج وهو قادر عليه فهو كافر

“Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan kewajiban berhaji dan dia mampu menunaikannya, dialah orang yang kafir/mengingkari kewajiban haji.” (Tafsir Al Qurthubi 4/153; Asy Syamilah).

Qatadah meriwayatkan dari Al Hasan, dia berkata bahwa ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata,

لقد هممت أن أبعث رجالا إلى الامصار فينظرون إلى من كان له مال ولم يحج فيضربون عليه الجزية، فذلك قوله تعالى: ” ومن كفر فإن الله غني عن العالمين “

“Sungguh saya berkeinginan untuk mengutus beberapa orang ke setiap kota untuk meneliti siapa saja yang memiliki harta namun tidak menunaikan haji, kemudian jizyah diterapkan atas mereka karena mereka itulah yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya yang artinya, “ Barangsiapa yang kufur/mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Tafsir Al Qurthubi 4/153; Asy Syamilah).

Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata,

لو مات جار لي وله ميسرة ولم يحج لم أصل عليه

“Jika tetanggaku wafat dan dirinya memiliki kemampuan untuk berhaji namun dia tidak menunaikannya, niscaya saya tidak akan menyalatinya” (Tafsir Al Qurthubi 4/154; Asy Syamilah).

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id
[1] Fathul Qadir 2/126; Al Majmu’ 7/53-57; Al Mughni 3/222.

Minggu, 29 Agustus 2010

Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at

Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at


Dalil Pendukung Shalat Tarawih 23 Raka’at
Posted: 19 Aug 2010 07:00 PM PDT

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Seringkali masalah jumlah raka’at shalat tarawih dipermasalahkan di tengah-tengah masyarakat. Sampai-sampai jumlah raka’at ini jadi tolak ukur, apakah si fulan termasuk golongannya ataukah tidak. Kami pernah mengangkat pembahasan jumlah raka’at shalat tarawih, namun masih ada saja yang sering mendebat mempertanyakan pendapat pilihan kami. Sekarang kami akan membahas dari sisi dalil pendukung shalat tarawih 23 raka’at. Hal ini kami kemukakan dengan tujuan supaya kaum muslimin sadar bahwa beda pendapat yang terjadi sebenarnya tidak perlu sampai meruntuhkan kesatuan kaum muslimin. Dalil pendukung yang akan kami kemukakan menunjukkan bahwa shalat tarawih 23 raka’at sama sekali bukanlah bid’ah, perkara yang dibuat-buat. Kami akan buktikan dari sisi dalil dan beberapa alasan. Semoga amalan ini ikhlas karena mengharap wajah-Nya.

Asal ‘Umar Mulai Mengumpulkan Para Jama’ah dalam Shalat Tarawih
Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab “Keutamaan Qiyam Ramadhan” disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ » . قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَتُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ، ثُمَّ كَانَ الأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِى خِلاَفَةِ أَبِى بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ – رضى الله عنهما -

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu“. Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan ‘Umar bin Al Khaththob radhiyallahu ‘anhu. (HR. Bukhari no. 2009)

وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ

Dan dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata, “Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata, “Aku berpikir bagaimana seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik“. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam[1].” Yang beliau maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari no. 2010)

Adapun mengenai jumlah raka’at shalat tarawih yang dilakukan di zaman ‘Umar tidak disebutkan secara tegas dalam riwayat di atas[2], dan ada perbedaan dalam beberapa riwayat yang nanti akan kami jelaskan selanjutnya.
Shalat Tarawih 11 Raka’at di Masa ‘Umar

Disebutkan dalam Muwaththo’ Imam Malik riwayat sebagai berikut.

وَحَدَّثَنِى عَنْ مَالِكٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّهُ قَالَ أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِىَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً قَالَ وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِىِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلاَّ فِى فُرُوعِ الْفَجْرِ.

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Yusuf dari As-Sa`ib bin Yazid dia berkata, “Umar bin Khatthab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari untuk mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat.” As Sa`ib berkata, “Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar melainkan di ambang fajar.” (HR. Malik dalam Al Muwaththo’ 1/115).

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[3]

Shalat Tarawih 23 Raka’at di Masa ‘Umar
Dalam Musnad ‘Ali bin Al Ja’d terdapat riwayat sebagai berikut.

حدثنا علي أنا بن أبي ذئب عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال : كانوا يقومون على عهد عمر في شهر رمضان بعشرين ركعة وإن كانوا ليقرءون بالمئين من القرآن

Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’b dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata, “Mereka melaksanakan qiyam lail di masa ‘Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat Al Qur’an.” (HR. ‘Ali bin Al Ja’d dalam musnadnya, 1/413)

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[4]

Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa riwayat di atas terdapat ‘illah yaitu karena terdapat Yazid bin Khoshifah. Dalam riwayat Ahmad, beliau menyatakan bahwa Yazid itu munkarul hadits.

Namun pernyataan ini tertolak dengan beberapa alasan:
1. Imam Ahmad sendiri menyatakan Yazid itu tsiqoh dalam riwayat lain.

2. Ulama pakar hadits lainnya menyatakan bahwa Yazid itu tsiqoh. Ulama yang berpendapat seperti itu adalah Ahmad, Abu Hatim dan An Nasai. Begitu pula yang menyatakan tsiqoh adalah Yahya bin Ma’in dan Ibnu Sa’ad. Al Hafizh Ibnu Hajar pun menyatakan tsiqoh dalam At Taqrib.

3. Perlu diketahui bahwa Yazid bin Khoshifah adalah perowi yang dipakai oleh Al Jama’ah (banyak periwayat hadits).

4. Imam Ahmad rahimahullah dan sebagian ulama di banyak keadaan kadang menggunakan istilah “munkar” untuk riwayat yang bersendirian dan bukan dimaksudkan untuk dho’ifnya hadits.[5]

Hadits di atas juga memiliki jalur yang sama dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (2/496).

Riwayat riwayat di atas memiliki beberapa penguat di antaranya:

Pertama: Riwayat ‘Abdur Rozaq dalam Mushonnafnya (4/260).

عن داود بن قيس وغيره عن محمد بن يوسف عن السائب بن يزيد أن عمر جمع الناس في رمضان على أبي بن كعب وعلى تميم الداري على إحدى وعشرين ركعة يقرؤون بالمئين وينصرفون عند فروع الفجر

Dari Daud bin Qois dan selainnya, dari Muhammad bin Yusuf, dari As Saib bin Yazid, ia berkata bahwa ‘Umar pernah mengumpulkan manusia di bulan Ramadhan, Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari yang menjadi imam dengan mengerjakan shalat 21 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat. Shalat tersebut baru bubar ketika menjelang fajar.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.[6]

Kedua: Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya (2/163).

حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن يحيى بن سعيد أن عمر بن الخطاب أمر رجلا يصلي بهم عشرين ركعة

Telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Malik bin Anas, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata, “’Umar bin Al Khottob pernah memerintah seseorang shalat dengan mereka sebanyak 20 raka’at.”

Yahya bin Sa’id adalah seorang tabi’in. Sehingga riwayat ini termasuk mursal (artinya tabi’in berkata langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebut sahabat).[7]

Setelah membawakan beberapa riwayat penguat (yang sengaja penulis menyebutkan beberapa saja), Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah lantas mengatakan, “Riwayat penguat ini semakin menguatkan riwayat shalat tarawih 20 raka’at.”[8]

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa perbuatan sahabat di zaman ‘Umar bin Khottob bervariasi, kadang mereka melaksanakan 11 raka’at, kadang pula –berdasarkan riwayat yang shahih- melaksanakan 23 raka’at. Lalu bagaimana menyikapi riwayat semacam ini? Jawabnya, tidak ada masalah dalam menyikapi dua riwayat tersebut. Kita bisa katakan bahwa kadangkala mereka melaksanakan 11 raka’at, dan kadangkala mereka melaksanakan 23 raka’at dilihat dari kondisi mereka masing-masing.

Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro mengatakan,

وَيُمْكِنُ الْجَمْعُ بَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَقُومُونَ بِإِحْدَى عَشْرَةَ ، ثُمَّ كَانُوا يَقُومُونَ بِعِشْرِينَ وَيُوتِرُونَ بِثَلاَثٍ

“Dan mungkin saja kita menggabungkan dua riwayat (yang membicarakan 11 raka’at dan 23 raka’at, -pen), kita katakan bahwa dulu para sahabat terkadang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Di kesempatan lain, mereka lakukan 20 raka’at ditambah witir 3 raka’at.”[9]

Begitu pula Ibnu Hajar Al Asqolani juga menjelaskan hal yang serupa. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَالْجَمْعُ بَيْن هَذِهِ الرِّوَايَات مُمْكِنٌ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَال ، وَيَحْتَمِل أَنَّ ذَلِكَ الِاخْتِلَافَ بِحَسَبِ تَطْوِيلِ الْقِرَاءَة وَتَخْفِيفِهَا فَحَيْثُ يُطِيلُ الْقِرَاءَة تَقِلُّ الرَّكَعَات وَبِالْعَكْسِ وَبِذَلِكَ جَزَمَ الدَّاوُدِيُّ وَغَيْره

“Kompromi antara riwayat (yang menyebutkan 11 dan 23 raka’at) amat memungkinkan dengan kita katakan bahwa mereka melaksanakan shalat tarawih tersebut dilihat dari kondisinya. Kita bisa memahami bahwa perbedaan (jumlah raka’at tersebut) dikarenakan kadangkala bacaan tiap raka’atnya panjang dan kadangkala pendek. Ketika bacaan tersebut dipanjangkan, maka jumlah raka’atnya semakin sedikit. Demikian sebaliknya. Inilah yang ditegaskan oleh Ad Dawudi dan ulama lainnya.”[10]

Beberapa Atsar Penguat

Pertama : Atsar Atho’ (seorang tabi’in) yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).

حدثنا بن نمير عن عبد الملك عن عطاء قال أدركت الناس وهم يصلون ثلاثة وعشرين ركعة بالوتر

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, dari ‘Abdul Malik, dari ‘Atho’, ia berkata, “Aku pernah menemukan manusia ketika itu melaksanakan shalat malam 23 raka’at dan sudah termasuk witir di dalamnya.”
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[11]

Kedua: Atsar dari Ibnu Abi Mulaikah yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).

حدثنا وكيع عن نافع بن عمر قال كان بن أبي مليكة يصلي بنا في رمضان عشرين ركعة

Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Nafi’ bin ‘Umar, ia berkata, “Ibnu Abi Mulaikah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at”.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[12]

Ketiga: Atsar dari ‘Ali bin Robi’ah yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).

حدثنا الفضل بن دكين عن سعيد بن عبيد أن علي بن ربيعة كان يصلي بهم في رمضان خمس ترويحات ويوتر بثلاث

Telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Dakin, dari Sa’id bin ‘Ubaid, ia berkata bahwa ‘Ali bi Robi’ah pernah shalat bersama mereka di Ramadhan sebanyak 5 kali duduk istirahat (artinya: 5 x 4 = 20 raka’at), kemudian beliau berwitir dengan 3 raka’at.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[13]

Keempat: Atsar dari ‘Abdurrahman bin Al Aswad yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).

حدثنا حفص عن الحسن بن عبيد الله قال كان عبد الرحمن بن الأسود يصلي بنا في رمضان أربعين ركعة ويوتر بسبع

Telah menceritakan kepada kami Hafsh, dari Al Hasan bin ‘Ubaidillah, ia berkata bahwa dulu ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 40 raka’at, lalu beliau berwitir dengan 7 raka’at.

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[14]

Kelima: Atsar tentang shalat tarawih di zaman ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz yang dikeluarkan dalam Mushonnaf Ibni Abi Syaibah (2/163).

حدثنا بن مهدي عن داود بن قيس قال أدركت الناس بالمدينة في زمن عمر بن عبد العزيز وأبان بن عثمان يصلون ستةة وثلاثين ركعة ويوترون بثلاث

Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Daud bin Qois, ia berkata, “Aku mendapati orang-orang di Madinah di zaman ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dan Aban bin ‘Utsman melaksanakan shalat malam sebanyak 36 raka’at dan berwitir dengan 3 raka’at.

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.[15]
Perkataan Para Ulama Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih

Disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani,

وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ

Dari Az Za’faroniy, dari Imam Asy Syafi’i, beliau berkata, “Aku melihat manusia di Madinah melaksanakan shalat malam sebanyak 39 raka’at dan di Makkah sebanyak 23 raka’at. Dan sama sekali hal ini tidak ada kesempitan (artinya: boleh saja melakukan seperti itu, -pen).” [16]

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,

وليس في عدد الركعات من صلاة الليل حد محدود عند أحد من أهل العلم لا يتعدى وإنما الصلاة خير موضوع وفعل بر وقربة فمن شاء استكثر ومن شاء استقل

“Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.”[17]

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

لَمْ يُوَقِّتْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ عَدَدًا مُعَيَّنًا ؛ بَلْ كَانَ هُوَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَا يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى ثَلَاثَ عَشْرَةِ رَكْعَةً لَكِنْ كَانَ يُطِيلُ الرَّكَعَاتِ فَلَمَّا جَمَعَهُمْ عُمَرُ عَلَى أبي بْنِ كَعْبٍ كَانَ يُصَلِّي بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً ثُمَّ يُوتِرُ بِثَلَاثِ وَكَانَ يُخِفُّ الْقِرَاءَةَ بِقَدْرِ مَا زَادَ مِنْ الرَّكَعَاتِ لِأَنَّ ذَلِكَ أَخَفُّ عَلَى الْمَأْمُومِينَ مِنْ تَطْوِيلِ الرَّكْعَةِ الْوَاحِدَةِ ثُمَّ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْ السَّلَفِ يَقُومُونَ بِأَرْبَعِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثِ وَآخَرُونَ قَامُوا بِسِتِّ وَثَلَاثِينَ وَأَوْتَرُوا بِثَلَاثِ وَهَذَا كُلُّهُ سَائِغٌ فَكَيْفَمَا قَامَ فِي رَمَضَانَ مِنْ هَذِهِ الْوُجُوهِ فَقَدْ أَحْسَنَ . وَالْأَفْضَلُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ أَحْوَالِ الْمُصَلِّينَ فَإِنْ كَانَ فِيهِمْ احْتِمَالٌ لِطُولِ الْقِيَامِ فَالْقِيَامُ بِعَشْرِ رَكَعَاتٍ وَثَلَاثٍ بَعْدَهَا . كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي لِنَفْسِهِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ هُوَ الْأَفْضَلُ وَإِنْ كَانُوا لَا يَحْتَمِلُونَهُ فَالْقِيَامُ بِعِشْرِينَ هُوَ الْأَفْضَلُ وَهُوَ الَّذِي يَعْمَلُ بِهِ أَكْثَرُ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ وَسَطٌ بَيْنَ الْعَشْرِ وَبَيْنَ الْأَرْبَعِينَ وَإِنْ قَامَ بِأَرْبَعِينَ وَغَيْرِهَا جَازَ ذَلِكَ وَلَا يُكْرَهُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ . وَقَدْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ . وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ فِيهِ عَدَدٌ مُوَقَّتٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُزَادُ فِيهِ وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ فَقَدْ أَخْطَأَ

“Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at. Akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab ditunjuk sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.

Sebagian salaf pun ada yang melaksanakan shalat malam sampai 40 raka’at, lalu mereka berwitir dengan 3 raka’at. Ada lagi ulama yang melaksanakan shalat malam dengan 36 raka’at dan berwitir dengan 3 raka’at.

Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.

Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.

Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.”[18]
Al Kasaani mengatakan, “’Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”

Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”

Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang dilakukan di timur dan barat.”

‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai negeri.”

Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah yang dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.”[19]

Dalil Pendukung Lain, Shalat Malam Tidak Ada Batasan Raka’atnya

Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.”[20] Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

Kedua, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).”[21]

Ketiga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

“Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.”[22] Dalil-dalil ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa kita dibolehkan memperbanyak sujud (artinya: memperbanyak raka’at shalat) dan sama sekali tidak diberi batasan.

Keempat, pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana kaedah yang diterapkan dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. … Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.”[23]
Alasan ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada dalil yang bertentangan.

Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan.

Keenam, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?

Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)

وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا

“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)

Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama).

Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah raka’atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam.[24]

Yang Jadi Masalah

Setelah pemaparan kami di atas, sebenarnya yang jadi masalah bukanlah kuantitas shalat tarawih. Yang lebih dituntunkan bagi kita adalah mendekati kualitas Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat tarawih atau shalat malam. Sehingga tidak tepat jika melaksanakan 11 raka’at namun kualitas shalatnya jauh sekali dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula tidak tepat jika melaksanakan shalat 23 raka’at namun kualitasnya pun amat jauh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena memang pilihan para sahabat di masa Umar dan ini juga dipilih oleh kebanyakan ulama adalah ingin mendekati kualitas shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan hanya kejar kuantitas. Ini yang benar-benar harus kita pahami.

Sehingga tidak tepat jika shalat tarawih atau shalat malam yang dilakukan begitu cepat, secepat kilat, seperti ayam “matuk”. Ini kan sama saja tidak ada thuma’ninah. Padahal thuma’ninah adalah bagian dari rukun shalat. Artinya jika tidak ada thuma’ninah, shalatnya hanya sia-sia. Namun demikianlah yang sering terjadi pada shalat tarawih 23 raka’at di tempat kita. Inilah yang jadi masalah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ

“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.”[25]
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,

عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُصَلِّىَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.”[26] Ibnu Hajar –rahimahullah- membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul Marom, Bab “Dorongan agar khusu’ dalam shalat.” Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku’ dan sujud.[27]

Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 raka’at dilakukan dengan kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan kadang pula shalat 23 raka’at yang dilakukan lebih cepat selesai dari yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan.

Dari sini, jika memang kita dapati imam yang shalatnya terlalu cepat, sebaiknya tidak bermakmum di belakangnya. Carilah jama’ah yang lebih thuma’ninah.
Penutup
Demikian sajian kami tentang shalat tarawih bahwa sebenarnya tidak ada masalah dalam kuantitas raka’at, baik 11 atau 23 raka’at tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah sebagaimana yang kami sebutkan di atas. Sehingga tidaklah tepat jika shalat tarawih 23 raka’at dikatakan bid’ah. Lihat saja sejak masa sahabat dan tabi’ain mereka pun melaksanakan shalat malam lebih dari 11 raka’at.

Dari sini juga tidaklah tepat jika seseorang bubar terlebih dahulu pada shalat imam padahal masih 8 raka’at karena ia berkeyakinan bahwa shalat malam hanya 11 raka’at sehingga ia tidak mau mengikuti shalat imam yang 23 raka’at. Jika memang shalat imam itu thuma’ninah, maka bermakmum di belakangnya adalah pilihan yang tepat. Jika seseorang bubar dulu sebelum imam selesai, sungguh ia telah kehilangan pahala yang teramat besar sebagaimana disebutkan dalam hadits,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[28] Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam, meskipun itu 23 raka’at. Itulah yang lebih tepat selama shalat 23 raka’at itu thuma’ninah. Jika shalatnya terlalu cepat, sebaiknya cari jama’ah yang lebih thuma’ninah dalam kondisi seperti itu.

Wallahu ‘alam bish showab. Semoga Allah menjadikan amalan ini ikhlas karena-Nya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan di Panggang-GK, 1 Ramadhan 1431 H (11/8/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
________________________________________
[1] Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Hal ini merupakan dalil tegas bahwa shalat di akhir malam lebih afhdol daripada di awal malam. Namun hal ini bukan berarti memaksudkan bahwa shalat sendirian lebih afdhol dari shalat secara berjama’ah.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379, 4/253)
[2] Fathul Bari, 4/253.
[3] ‘Adadu Raka’at Qiyamil Lail, Musthofa Al ‘Adawi, Daar Majid ‘Asiri, hal. 36.
[4] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 36.
[5] Lihat catatan kaki Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 37.
[6] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 39.
[7] Idem.
[8] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 40.
[9] Sunan Al Baihaqi Al Kubro, Al Baihaqi, Maktabah Darul Baaz, 2/496.
[10] Fathul Bari, 4/253.
[11] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 46.
[12] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 47.
[13] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 47.
[14] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 48.
[15] Adadu Raka’at Qiyamil Lail, hal. 48.
[16] Fathul Bari, 4/253.
[17] At Tamhid, 21/70.
[18] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 22/272.
[19] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9636
[20] HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar.
[21] HR. Muslim no. 489
[22] HR. Muslim no. 488
[23] Majmu’ Al Fatawa, 22/272.
[24] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/414-416 dan At Tarsyid, hal. 146-149.
[25] HR. Muslim no. 756
[26] HR. Bukhari no. 1220 dan Muslim no. 545.
[27] Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3.
[28] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Hadits ini shahih.

Selasa, 24 Agustus 2010

PEMAHAMAN TASAWUF PALSU DAN AJARAN SESAT

PEMAHAMAN TASAWUF PALSU DAN AJARAN SESAT
13 Golongan faham sesat beratas nama tasawuf
Kutipan dari kitab “Tuhfah Al-Raghibin Fi Bayan Haqiqatu Iman Al-Mu’minin” oleh ‘Alim Al-Fadhil Muhmammad Arshad



Perkataan tasawuf dan ahli sufi sering kita dengar di masyarakat, akan tetapi bagaimana mengenal ahli taswauf/sufi yang sebenarnya? Kita tidak tahu. Oleh sebab itu kita lihat banyak orang terjebak dengan ajaran sesat yang berlindung dibalik nama tasawuf atau ahli sufi.
Ajaran sesat yang berlindung dibalik nama tasawuf ini telah timbul sebelum Imam Al-Ghazali. Sejak agama Islam tersebar luas keseluruh pelosok dunia dan bukan saja disekitar negara arab tapi mencakupi disekitar Roma dan Persia. berbagai budaya telah menyerap masuk kedalam Islam. Hasilnya juga faham yang berasal dari budaya lain telah menyerap masuk kedalam masyarakat Islam. Kesempatan inilah yang telah diambil oleh musuh Islam untuk merusak Islam dengan orang Islam sendiri.

Dalam kitab “Tuhfah Al-Raghibin Fi Bayan Haqiqatu Iman Al-Mu’minin” oleh ‘Alim Al-Fadhil Muhmammad Arshad telah menyatakan terdapat tiga belas golongan faham sesat yang berlindung dibalik nama sufi atau ahli tasawuf. Golongan ini layak digelar sebagai kafir atau fasiq. Kerana ajaran-ajaran mereka bertentangan dengan ajaran Islam yang berpandukan Al-Quran dan sunnah Rasulullah s.a.w. Golongan tersebut ialah:


Pertama: Habibiyyah, :
1. Apabila seseorang itu telah sampai kepada martabat kasih kepada Allah, maka terlepas dari taklif syara’. Segala yang haram menjadi halal . Sholat fardu, puasa dan sebagainya adalah tidak harus bagi mereka untuk mengerjakannya .
2. Golongan mereka tidak perlu menutup aurat.
3. Apabila samapi ketahap yang paling tinggi sekali kasih kepada Allah segala dosa besar seperti zina, minum arak dan sebagainya boleh dilakukan dan tidak mendapat azab daripada Allah.
4. Segala ibadat zahir tidak perlu dilakukan dan mereka hanya perlu bertafakkur saja untuk beribadat.
5. Harus bagi mereka untuk bersetubuh dengan segala perempuan.
6. Segala harta didunia ini adalah milik anak Adam. Dan kita semua adalah dari keturunan anak Adam, jadi kita berhak segala harta yang berada di muka bumi ini.

Kedua: Auliyaiyyah, :
Apabila seseorang itu sampai kepada darjat wilayah, mereka bebas dari segala perintah dan larangan dan martabat wali lebih mulia dari martabat nabi.

Ketiga: Thamrakhiyyah.
Golongan ini antara lain, bahwa tidak lagi terikat dengan perintah dan larangan Allah. Golongan ini mengharuskan menyanyi dan segala alat musik. Mereka diharuskan untuk berzina dan sebagainya. Golongan ini diasaskan oleh Abdullah Thamrakhiyyah.

Keempat: Ibahiyyah, :
1. Kita tidak perlu melakukan kerja-kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran kerana kita sendiri tidak mampu melakukan kerja-kerja tersebut apalagi untuk mengajak orang lain.
2. Golongan ini mengharuskan zina dan tidak berdosa.



Kelima: Haliyah.
1. Diharuskan menari dan bertepuk tangan sambil menyanyi sehingga pingsan.
2. Kata mereka bahwa “Sheikh kami berada dalam suatu hal”.

Keenam: Huriyyah.
Iktiqad golongan ini hampir sama dengan iktiqad golongan Haliyah, cuma mereka menambah waktu pingsan ketika menyanyi, ketika itu seolah merasa didatangi oleh bidadari daripada syurga lalu kami jima’ dengan mereka dan setelah sadar kami mandi junub.

Ketujuh: Waqi’iyyah.
Iktiqad golongan ini ialah bahwa kita tidak perlu kenal Allah Taala. Ini karena kita ini lemah sebagai seorang hamba. Jadi kita tidak perlu mengenal Allah.

Kelapan: Mutajahiliyyah/Mutahalliyyah.
Golongan ini memakai pakaian-pakaian yang bagus dan melakukan pekerjaan fasiq. Antara kata mereka bahawa: Kami tidak dapat lari dari melakukan zina.

Kesembilan: Mutakasilah.
Golongan ini malas bekerja. Kerja mereka hanyalah meminta-minta atas nama zakat atau sedekah.

Kesepuluh: Ilhamiyyah.
Iktiqad golongan ini sama seperti al-Dahriyyah. Golongan ini malas belajar dan membaca Al-Quran. Dalam pandangan mereka, Al-Quran itu hanya merupakan hijab untuk mengenal Allah. Karana itu mereka hanya mempelajari syair-syair dan kata hikmah saja sebagai tarikat mereka.

Kesebelas: Hululiyyah.:
1. Bahawa setiap makhluk bersatu dengan Allah Taala.
2. Harus kita memandang kepada perempuan yang cantik dan boleh menari dan memeluknya. Kerana sifat cantik itu adalah sifat Allah yang dianugerahkan kepada kita semua.
3. Apabila seseorang itu hilang dari hawa nafsu dan ikhlas kepada Allah, maka gugurlah segala amal syariat. Segala ibadah seperti sembahyang, puasa, zakat dan sebagainya.

Keduabelas: Kaum Wujudiyyah.
Iktiqad golongan ini berdasarkan kepada tafsir kalimah “La Ilaha IllaLlah” iaitu: Tidak wujud melainkan wujud Allah. Dan pandangan mereka bahwa tidak maujud melainkan dalam kandungan ujud segala makhluk. yaitu setiap makhluk terdapat wujud Allah. Allah dan makhluk adalah dari satu jenis dan sebangsa. Golongan ini juga beriktiqad bahwa tuhan memiliki ruang dan waktu.

Ketigabelas: Mujassimah. Iktiqad golongan ini ialah:
1. Allah mempunyai anggota seperti tangan, kaki, berdaging dan sebagainya.
2. Allah Taala itu berupa tetapi tidak tahu bagaimana rupanya.
3. Allah Taala bergerak naik atau turun. Dan tempat kediaman Allah Taala ialah diatas ‘Arash.

Itulah antara faham-faham yang tersebar dikalangan umat Islam sejak dahulu. Faham-faham ini tersebar dari satu generasi ke satu generasi sehingga sampai kehari ini. Faham ini mendapat pengaruh umat Islam di seluruh dunia. Oleh itu kita harus benar-benar bisa melihat dan menyeleksi faham-faham seperti ini.

Sumber : Dusun Ilmu
http://sufiroad.blogspot.com/2008/11/pemahaman-tasawuf-palsu-dan-ajaran.html

Minggu, 15 Agustus 2010

BERAPA KIRA-KIRA HARGA NAFAS KITA

Sekali bernafas, manusia memerlukan 0,5 liter udara. Bernafas, mungkin sudah dianggap biasa dan tak lagi menarik dibahas oleh sebagian orang.
Pasalnya, sejak bangun tidur sampai terlelap, manusia tak lepas
dari kegiatan mengambil udara di alam bebas ini. Namun, pernahkah Anda
memperhatikan bagaimana nikmat Allah ini sebenarnya bernilai miliaran rupiah?
Tak perlu menghitung kegiatan bernafas secara keseluruhan yang melibatkan
berbagai organ tubuh, cukup kiranya menjumlah rupiah dari setiap udara yang
dihirup.


Sekali bernafas, umumnya manusia memerlukan 0,5 liter udara.
Bila perorang bernafas 20 kali setiap menitnya, berarti udara yang dibutuhkan sebanyak 10 liter.
Dalam sehari, setiap orang memerlukan 14.400 liter udara.
Lalu, berapa nilai tersebut bila dirupiahkan? Sebagaimana diketahui, udara yang
dihirup manusia terdiri dari beragam gas semisal oksigen dan nitrogen.
Keduanya, berturut-turut 20% dan 79% mengisi udara yang ada di sekitar manusia.

Bila perbandingan oksigen dan nitrogen dalam udara yang manusia hirup sama,
maka setiap kali bernafas manusia membutuhkan oksigen sebanyak 100 ml dan 395
ml lainnya berupa nitrogen. Artinya, dalam sehari manusia menghirup 2880 liter
oksigen dan 11.376 liter nitrogen.

Jika harga oksigen yang dijual saat ini adalah Rp 25.000 per liter dan biaya
nitrogen per liternya Rp 9.950, maka setiap harinya manusia menghirup udara
yang sekurang-kurangnya ((2880 liter Oksigen x Rp.25.000,-) + (11.376 liter x
Rp.9.950,-)) = Rp.185.191.200,-.

Dengan kata lain, bila manusia diminta
membayar sejumlah udara yang dihirup berarti setiap bulannya harus menyediakan
uang sebesar 5.555.736.000 (Lima Milyar Lima Ratus Lima Puluh Lima Juta Tujuh
Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Rupiah.. !!!!).

Dalam setahun, manusia dapat menghabiskan
dana Rp. 66.668.832.000,- (Enam Puluh Enam Milyar Enam Ratus Enam Puluh Delapan
Juta Delapan Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Rupiah.. !!!!).



Itu hanya jumlah uang yang diperlukan dalam setahun. Bila dihitung seluruh
kebutuhan seumur hidup, pastilah nilainya lebih mencengangkan lagi. Sungguh,
Allah maha pemurah atas segala karunia-Nya. Tak terkecuali nikmat Allah dari udara
yang digunakan manusia sebagai bahan bernafas setiap saatnya.
Udara yang melimpah ruah di alam adalah bukti kasih sayang Allah yang luar biasa.
Sekumpulan gas tersebut diberikan Allah kepada manusia dengan cuma-cuma. Tak
sepeser pun dipungut dari manusia atas nikmat yang amat penting tersebut. Oleh
karenanya, sudah sepantasnyalah manusia bersyukur kepada Sang Pencipta. Dia-lah
Rabb yang mengurus kita di siang dan di malam hari sebagaimana

QS. Ibrahim : 34
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).

QS Ar Rahmaan : 16
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

ADAKAH KITA PERNAH MERENUNGKAN SEMUA INI ?
merenungkan hanya satu dari nikmat Allah SWT yang jumlahnya tak terhingga yang telah diberikan kepada kita..

Senin, 19 Juli 2010

Sahalat Tarawih mesti 20 Rakaat < ...

Masalah Tarawih 20 Rakaat < 36



Menurut kita pahami dari keterangan shalat tarawih, yang dua puluh rakaat adalah :
1. Banyak Ulama Ahli Hadits yang melemahkan Hadits yang mengatakan shalat Tarawaih dengan sebelas rakaat pada riwayat jabir

Tersebut didalam kitab Tanwirul Hawalik jilid 3 Halaman 9 pada nama-nama orang yang mengambil Hadits, Jabir itu dua
1. Jabir anak “Abdullah” bin Umar Haram bin Tsa’labah Al-Anshary
2. Jabir anak “Atik” bin An-nu’man bin Umar Al-Anshary (orang Madinah)

Yang dapat meragukan kita adalah Jabir yang mana ...?
- Jabir cucu Tsa’labah adalah jabir dari cucu orang yang jauh dengan Nabi Muhammad karena sibuk dengan mengurus peternakannya.
- Jabir cucu Umar Al-Anshary (orang Madinah). Di Madinah umat melaksanakan tarawih sebanyak 36 Rakaat.

- Tarawih 36 rakaat dapat dilihat dalam kitab
1. Al-Bujairimy Jilid 1 Halaman 281.
2. I’anah Jilid 1 Halaman 265
3. Nihayah Jilid 2 No. 127


2. Saidina Umar dan Saidina ‘Ali sahabat Rasulullah melaksanakan Tarawih sebanyak 20 rakaat ditambah dengan 3 rakaat shalat witir. (jumlahnya 23 raka’at)

Shalat tarawih 11 rakaat adalah shalat yang dilaksanakan dengan sumber hadits yang tidak benar dipahami oleh mereka yang memahaminya, sehingga :

1. Bisa menimbulkan keraguan Apakah ada shalat Tarawih di bualan Ramadhan dan dibulan bulan lain selain bulan Ramadhan.
2. Dalil yang menimbulkan “multi tafsir” tidak bisa dipergunakan sebagai dalil hujjah atas sebuah permasalahan.(lihat Kitab Abi Jamarah Halaman. 40)

الدليل اذا طرقه الإحتمال سقط به الإستدلال

Artinya : “Apabila sebuah Dalil terjadi pemahaman yang multi tafsir, maka dalil tersebut tidak sah dijadikan sebagai dalil”

Dan lagi Hadits Riwayat Turmuzi

يريبك دع ما يريبك الى ما لا يريبك

Artinya : “Tinggalkanlah sesuatu yang memiliki nilai keraguan, dan ambillah sesuatu yang tidak memiliki nilai keraguan”

disampaikan Oleh Almukarram Abu Tgk. Muhammad Dahlan
Pimpinan Dayah As-Salafiyah Al-Waliyyah
Desa Pusu Ingin Jaya
Kecamatan Manggeng, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, Indonesia
=====
****
====

Kami (Nawawi Hakimis) tambahkan : 


Dalam sebuah hadis disebutkan :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي

“Ikutilah sunnahku dan sunnah al-Khulafa` al-Rasyidin setelahku!” (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah,  Ibnu Hibban dan al-Hakim).
Dalam hadis yang lain disebutkan :

اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ

“Ikutilah orang-orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar!” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain).
Dalam hadis yang lain juga disebutkan :
إن الله جعل الحق على لسان عمر وقلبه

“Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lisan dan hati Umar.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim, al-Tirmidzi dan lain-lain)


Hadist Imam Malik dari Sohabat Yasid bin Rumman.


عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ رُمَّانَ اَنَّهُ قَالَكَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِىْ زَمَنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِثَلَاثِ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَة).رواه الامام مالك فى الموطأ(

“Dari Malik, dari Yazid bin Rumman, ia mengatakan : Orang-orang mengerjakan (salat Tarawih) pada zaman Umar bin Khathbab sebanyak 23 rakaat”. (HR Imam Malik, dalam kitab al-Muwatha, Juz I hlm. 138)


Hadist riwayat al-Baihaqi dari sahabat saib bin Yazid dalam kitab Al-Hawy li Al Fatawa li As Suyuthy, Juz I hlm. 350, juga kitab fath al-wahhab Juz I, hlm. 58.


وَمَذْهَبُنَا اَنَّ التَّرَاوِيْحَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً لِمَا رَوَى اْلبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ باِلْاِسْنَادِ الصَّحِيْحِ عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدَالصَّحَابِيِّ رَضِيَ للهُ عَنْهُ قَالَكُنَّا نَقُوْمُ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرِ _ هَكَذَا ذَكَرَهُاْلمُصَنِّفِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ.


Kamis, 15 Juli 2010

Kita adalah Orang Bodoh atau orang pintar ...?

ORANG-ORANG BODOH DAN ORANG PINTAR

Ayo siapakah kita...?

1. Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.
2. Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.
3. Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.
4. Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.
5. Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH) oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.
6. Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya. Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.
7. Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu. Dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang-orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.
8. Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang bekerja. Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar meratap-ratap” kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.
9. Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang Pintar akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.
10. Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.
11. Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group). Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

SEHINGGA YANG MENJADI PERTANYAANYA KITA SAAT INI ADALAH :.

1. Mau jadi orang Pintar atau orang bodoh?
2. Siapa lebih Pintar antara orang Pintar atau orang bodoh?
3. Siapa yang lebih Mulia antara orang Pintar atau orang bodoh??
4. Siapa yang lebih Susah antara orang Pintar atau orang bodoh??


WAL HASIL

1. Jangan lama-lama jadi orang Pintar, lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.
2. Jadilah Orang bodoh yang Pintar dari pada jadi orang Pintar yang bodoh.
3. Kata kunci nya adalah “RISK” dan “EFFORT”, karena orang bodoh berpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil, selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil. Orang Pintar berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut, dan mengabdi pada orang bodoh.


Maaf, tulisan ini dikutip dari situs entah apa yang aku sendiri sudah tidak ingat lagi ....

Sabtu, 03 Juli 2010

konsep tauhid

Konsep Tauhid Islam

Banyak orang yang mengaku beragama Islam, sedangkan status tersebut tergantung dg Tauhidnya. Apakah ia bertauhid dg benar? Sedangkan orang kafir jaman dahulu kala jg bertauhid kepada Allah. Oleh karena itu, mari kita telusuri bagaimanakah konsep tauhid islam yang benar...


Tauhid yang diperintahkan Islam ada dua, yaitu
1. I’tiqodi ‘ilmi (keyakinan ilmiyyah).
2. ‘Amali suluki (amal dan perilaku).

Dengan kata lain, dua tauhid yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu:
1. Tauhid fil ma’rifah wal itsbat wal i’tiqad (tauhid dalam pengetahuan, penetapan, dan keyakinan).
2. Tauhid fit-thalab wal qashdi wal iradah (tauhid dan mencari atau memohon, tujuan dan kehendak).

Iman seseorang tidak diterima di sisi Allah, selama belum menegakkan tauhid dalam:
1. Ilmu dan keyakinan; dengan beriman bahwa Allah Maha Esa, dalam Dzat, sifat, dan perbuatan- Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.
2. Tujuan dan perbuatan; dengan mengesakan Allah rnelalui beribadah yang sempurna, ketaatan yang mutlak, merendahkan din kepada, kembali, pasrah dan tawakkal, takut, berharap kepada-Nya dan seterusnya.

Tauhid dengan arti yang pertama, tersurat dan tersirat di dalam surat:
1. Al-Ikhlash [112].
2. Awal surat Au Imran [3].
3. Awal surat Thaha [20].
4. Awal surat Alif Laam Mum Sajdah [32].
5. Awal surat al-Hadid [57].
6. Akhir surat al-Hasyr [59]. Dan lain-lain.

Tauhid dengan arti kedua, tersurat, tersirat dan diserukan oleh:
1. Surat al-Kafirun [109].
2. Beberapa ayat dan surat al-An’am [6].
3. Awal surat al-A’raf [7].
4. Akhir surat al-A’raf [7].
5. Awal surat Yunus [10].
6. Pertengahan surat Yunus [10].
7. Akhir surat Yunus [10].
8. Awal surat az-Zumar [39].
9. Akhir surat az-Zumar [39]. Dan lain-lain.

Bahkan Ibnul Qayyim berkata: “Setiap surat al-Qur’an memuat dua bentuk tauhid ini�?.
Banyak para penulis dahulu dan kini menamakan bentuk tauhid yang pertama dengan tauhid rububiyyah, dan yang kedua dengan tauhid ilahiyyah atau uluhiyyah.

1. Tauhid Rububiyyah
Artinya: Keyakinan bahwa Allah swt adalah Rabb seluruh langit dan bumi, Pencipta siapa dan apa saja yang ada di dalamnya, Pemilik segala perintah dan urusan di alam semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang menolak ketetapan-Nya, Dia-lah satu-satunya Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki semua yang hidup, Pengatur segala urusan dan penntah, Dia-lah satu-satunya yang Merendahkan dan Meninggikan, Pemberi dan Penghambat, Yang Menimpakan Bahaya danYang Memberi Manfaat, Yang Memuliakan dan Yang Menghinakan, Siapa saja dan apa saja selain Dia tidak memiliki kemampuan memberi manfaat atau menimpakan bahaya, baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain, kecuali dengan izin dan kehendak-Nya.

Bentuk tauhid semacam ini tidak ada yang mengingkari selain penganut faham materialis-Atheis yang mengingkari wujud Allah swt, seperti kaum Dahriyyun pada masa lalu dan Komunisme pada masa sekarang.

Termasuk pengikut faham materialis adalah penganut ajaran Dualisme, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa alam memiliki dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan.
Adapun umumnya orang-orang yang menyekutu- kan Allah (musyrikin), seperti bangsa Arab, mereka mengakui tauhid ini dan tidak mengingkarinya, sebagaimana diceritakan aI-Qur’an:
“Dan sesungguhnya jika kamu tan yakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan. Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (QS. Al-Ankabut: 61)

“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dan langit, lalu menghidupkan dan air itu bumi sesudah matinya “. Tentu mereka akan menjawab: “Allah “ (QS. Al-Ankabut : 63)

“Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah SWT’ Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat? Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar? “. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah. Katakanlah “Maka apakah kamu tidak bertaqwa ? “. Katakanlah “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dan (azab)-Nya, jika kami mengetahui? “. Mereka akan menjawab: “Kepunyai Allah. Katakanlah: “(kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?. (QS. Al-Mukminun: 84- 89)

Itulah jawaban orang-orang yang menyekutukan Allah. Jawaban mi menunjukkan bahwa mereka mengakui Rububiyyah Allah swt terhadap alam semesta, dan mengakui pengaturan-Nya atas urusan alam semesta. Sebagai konsekuensi dan implikasi dan pengakuan terhadap Rububiyyah Allah atas alam semesta, mestinya mereka hanya menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, akan tetapi mereka mengingkari bentuk lam dan tauhid ini, yaitu tauhid ilahiyyah atau uluhiyyah.

2. Tauhid Uluhiyyah
Artinya: Mengesakan Allah dalam beribadah, tunduk, dan taat secara mutlak. Tidak disembah (diibadati) kecuali Allah swt semata, tidak sesuatu pun di bumi atau di langit disekutukan dengan-Nya.

Tauhid tidak akan terealisir, kecuali dengan menggabungkan tauhid uluhiyyah kepada tauhid rububiyyah. Tauhid rubibiyyah saja tidak cukup, sebab:
1. Bangsa Arab yang musyrik telah mengakui tauhid rububiyyah, meskipun demikian, pengakuan mereka kepada tauhid rububiyyah ini tidak menjadikan mereka masuk Islam, sebab mereka menyekutukan bersama Allah sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan apa-apa, mereka menjadikan bersama Allah tuhan-tuhan lain, mereka mengira bahwa tuhan-tuhan itu mendekatkan mereka kepada Allah, atau memberi syafa’at kepada mereka di sisi-Nya.

"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah
akan memutuskan di antara mereka tentang
apa yang mereka berselisih padanya.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat
ingkar."

Disebutkan oleh Allah dalam FirmanNya
pada ayat di atas bahwa orang2 kafir
jaman Jahilliyah tidak menyembah patung
berhala, memuja makam, dsb melainkan
hanya untuk mendekatkan diri mereka kpd
Allah SWT.

Coba deh liyat yang ini jg..
Dan mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
"Mereka itu adalah pemberi syafa'at
kepada kami di sisi Allah...."
(Yunus :18)

Dengan demikian tak cukup bagi kita Tauhid Rububiyyah saja, melainkan dengan Tauhid Uluhiyyahlah ke-ISLAM-an kita baru bener2 diakui...

2. Orang Nasrani tidak mengingkari bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi, akan tetapi mereka menyekutukan Isa al-Masih dengan Allah swt mereka menjadikan tuhan lain selain Allah.
Al-Qur’an menilai semua itu sebagai kafir, yang diharamkan masuk surga, dan mereka kekal di neraka
Sejak zaman dahulu, manusia tersesat dan tauhid ini, sehingga mereka menyembah berbagai macam tuhan selain Allah:
1. Kaum Nuh ‘alaihis-salam menyembah: Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr.
2. Kaum Ibrahim ‘alaihis-salam menyembah patung.
3. Mesir kuno menyembah anak sapi (‘ijil).
4. Bangsa India menyembah sapi.
5. Bangsa Saba’ menyembah matahari.
6. Ash-Shabiun menyembah bintang dan planet.
7. Majusi menyembah api.
8. Bangsa Arab menyembah berhala dan batu.
9. Nasrani menyembah isa al-Masih dan ibunya (Maryam), mereka juga menyembah para pendeta dan rahib selain Allah.
Semuanya adalah musyrik, sebab mereka tidak mengesakan Allah swt dalam beribadah. Tidak ada sesuatupun selain Allah yang berhak untuk diibadahi. Bila tauhid uluhiyyah pengertiannya adalah tauhidullah dalam beribadah, maka apakah ibadah itu?

dikutip dari :
http://ilmusyariah.blogspot.com/2008/02/konsep-tauhid-islam.html

Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Wahdatul Wujud

Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah dan Wehdatul Wujud

Tulisan dibawah ini adalah tauhid para wahabi bukan tauhid Ahlussunnah Wal Jama'ah.

Filed under: Aqidah — Tags: , , , , , — salafiharoki @ 3:17 am
1) Mengapa Tauhid Itu Penting?
Umat Islam adalah umat aqidah.Oleh itu bertauhid yang betul merupakan asas bagi semua amalan yang soleh. Tanpanya amalan itu tidak diterima. Firman Allah :
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Barang siapa mengharapkan pengampunan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal soleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. (Al_Kahfi :110)
Firman Allah :
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
.
    1. “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu, jika kamu mempersekutukan (Tuhan), nescaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi (Az Zumar : 65)
Kata lawan Tauhid adalah Syirik, amalan seseorang tidak akan
diterima jika ianya tidak bersih daripada syirik.
Dalam kertas kerja ini akan diringkaskan:
    1. takrif tauhid dan jenis-jenisnya
    2. Keistimewaan tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah.
    3. Makna yang benar bagi ‘syahadah’
    4. ‘Tawhid wahdatul wujud’ musuh tawhid uluhiyyah.
2) Mengapakah Para Ulama Menulis Buku Tauhid?
  1. Di dalam buku “Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah” di tulis oleh Imam ath-Thahawi(239–321H) yang ditahqiq oleh Sheikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani bersamaan Jama’ah daripada golongan ulama as-Salaf di Madinah, ditulis :
“Ilmu usuluddin adalah ilmu yang terunggul dan istimewa, seseorang hamba berhajat kepadanya lebih daripada hajatnya kepada yang lain. Ia adalah ilmu dharurah dan wajib bagi setiap muslim. Sebabnya ialah hati manusia tidak akan berasa tenang melainkan ia kenal siapakah Rabnya, siapakah yang disembahnya? Siapakah yang menciptanya? Hamba itu mengenal Rabnya melalui nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ia adalah jalan untuk mendekati hati manusia kepada Rabnya. Jalan inilah yang diambil oleh para-rasul sebagai permulaan dan pembuka dakwah mereka.”
Iman Abu Hanifah rm.(80-150H) dari golongan at-Tabiin mengumpulkan ilmu usuluddin ini di bawah tajuk yang dinamakannya “Fiqhul Akbar” dan ilmu yang lainnya dinamakan “Fiqhul Furu’”. Dibahagian Fiqhul Furu’ adalah syariat yang mengandungi suruhan dan tegahan. (1)
b) Pada zaman Imam Ath-Thahawi (239-321H) telah mula tersebarnya ajaran sesat dalam akidah di kalangan umat dari golongan al-Mutakallimin dari golongan ahli failasuf. Mereka membuat slogan “menginginkan pertemuan antara syariat dan falsafah”. Jaham Ibn Safwan seorang mubtadak (pembuat bidaah) membawa pemikiran tasauf ala Hindu ke dalam akidah umat seperti pemikiran al-Hulul dan ittihad. Golongan Syiah dan Khawarij pula membawa pemikiran memusuhi para sahabat,mencipta hadis dan menentang penguasa dengan senjata dan menolak as-Sunnah Nabi s.a.w.
c) Abu Uthman Ash-Shabuni rm. (372-449H) seorang ulama besar di Khurasan pada zamannya menulis “Risalah Fi ‘Itiqadi Ahlus -Sunnah Wa-Ashabil Hadis wal A’immah” (Risalah Tentang Akidah Ahlus Sunnah Wal-Jamaah dan Ahlul Hadis). Di kitab tersebut beliau menulis berbagai persoalan penting berkenaan akidah yang disepakati oleh Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Begitu juga Abu Muhammad al-Barbahaari (wafat 329H) yang menulis buku “Syarah As-Sunnah”. Ibn Kathir menyatakan bahawa beliau adalah seorang berilmu, imam besar pada masanya dan menentang ahlul bi’daah supaya agama Islam dibersihkan dari sebarang khurafat yang dimasukkan ke dalamnya oleh ahlul bidaah itu.
3) Tauhid Apakah Yang Diberi Perhatian?
Ulama as-salafus soleh menjelaskan bahawa tauhid yang ditegaskan oleh para rasul adalah tauhid al-Uluhiyyah. Maklumat ini penting kerana majoriti umat diberi tahu setakat tawhid rububiyyah sahaja seperti terdapat dalam sifat 20. Untuk menerangkan tawhi dyang dibawa oleh para rasul, ulama membahagikannya kepada tiga jenis iaitu:-
  • Tauhid ar-Rububiyyah
  • Tauhid al-Uluhiyyah
  • Tauhid as-sifat wal-Asma’
a) Tauhid ar-Rububiyyah
Firman Allah :
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah yang menciptakan segala sesuatu” (Az-Zumar: 62)
Allah telah menetapkan wujudnya sebagai ‘Al-Khaliq’
(pencipta dan kesaanNya)
Firman Allah:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
    “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang mencipta (diri mereka sendiri)? (At-Thur : 35)
    إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا ذُبَاباً وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ
    “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat mencipta seekor lalat pun, walau mereka bersatu untuk menciptanya…”(Al-Hajj : 73)
4) Keistimewaan Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Rububiyyah Mewajibkan Tauhid Uluhiyyah. Jika seseorang beriman dengan tauhid rububiyyah. Iaitu tidak ada pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam kecuali Allah maka tidak ada yang berhak menerima ibadah (dengan pelbagai jenisnya) kecuali Allah s.w.t. Tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyyah.
Firman Allah
َ أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ فِرَاشاً وَالسَّمَاء بِنَاء وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ فَلاَ تَجْعَلُواْ لِلّهِ أَندَاداً وَأَنتُمْ تَعْلَمُون.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. Dialah yang menyediakan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu, kerana itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui (Al-Baqarah: 21 – 22)
Allah s.w.t membuat tawhid rububiyyah sebagai dalil supaya hamba-Nya jangan menyekutukan Allah. Allah menerangkan cara bertaqarrub (mendekati diri) kepada Allah. (melalui tauhid Ibadah). Berkata Dr. Saleh Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan seorang ulama besar di Riyadh dalam bukunya “Kitab at-Tauhid”.
“Maka tauhid rububiyyah adalah pintu gerbang untuk tauhid uluhiyyah” (2)
Menurut Imam Abu Jaafar dalam “Syarah Aqidah Ath-Thahawiyyah” “Tauhid yang diperentahkan oleh para-rasul adalah tauhid uluhiyyah.”
“Tawhid uluhiyyah meliputi tauhid ar-rububiyyah”
Tawhid ululiyyah mewajibkan beribadat kepada Allah sahaja tanpa menyekutukannya. Kaum musyrikin dari Arab pada masa itu berikrar (bersetuju) dengan kebenaran tauhid ar-rububiyyah iaitu Allahlah pencipta langit dan bumi dengan sendiriNya (4)
Firman Allah :
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ
“Dan sungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka akan menjawab, ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
(Az-Zukruf : 9)
Firman Allah:
قُل لِّمَنِ الْأَرْضُ وَمَن فِيهَا إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ{84} سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ{85} قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ{86} سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah, kepunyaan siapakah bumi ini, dan semuanya yang padanya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab, ‘kepunyaan Allah’ Katakanlah: maka apakah kamu tidak ingat? Katakanlah, siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai, Arsy yang besar?”
Mereka akan menjawap‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah: maka apakah kamu tidak bertakwa?”. (Al-Mu’minun : 84 : 89).
Berkata Sheikh Saleh Fauzan :
Mengakui tauhid ar-rububiyah semata, tidak membuat orang musyrik di Mekah masuk dalam Islam, malah Rasulullah s.a.w. memerangi mereka. Padahal mereka mengakui bahawa Allahlah yang pencipta, memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan.”
Yang mereka lakukan yang tidak diterima oleh Allah s.w.t ialah mereka menyenkutukannya. Oleh sebab itulah mereka beribadah kepada bintang-bintang, patung-patung, malaikat dan jin. Mereka beri’tiqad bahawa benda-benda tersebut boleh mendekatkan mereka kepada Pencipta:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (Az-Zumar : 39:3)
Firman Allah:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan dan mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami disisi Allah.” (Yunus 10:18)
Allah berfirman :
لاَّ تَجْعَل مَعَ اللّهِ إِلَـهاً آخَرَ
“Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah” (Isra : 22)
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ
“Janganlah kamu sembah disamping Allah, tuhan apapun yang lain.” (al-Qashash, 28 : 88)
Ayat-ayat tersebut mengingatkan kaum musyirikin supaya Allah sahaja yang berhak disembah.
Umat Islam kini banyak tersesat ke dalam Wahdatul Wujud, yang pada hakikatnya lebeh terok dari keadaan kaum musrikeen di Mekah. Bagaiman?
5) Makna Syahadah:
لا إِلَهَ إَِّلا اللَّه
Menurut Dr. Saleh Fauzan ada beberapa penafian batil disini, antaranya :-
a). “Tidak ada tuhan disembah melainkan Allah”
Ertinya, semuanya yang disembah (betul atau tidak) adalah Allah.
b). “Tidak ada pencipta melainkan Allah”
Ini bukan dimaksudkan : kerana kalimah ini tidak terhad kepada tauhid rububiyah sahaja.
c) “Tidak ada hakim melainkan Allah”
Ini bukan dimaksudkan kerana ia sebahagian yang dimaksudkan.
    • d) Tafsir yang benar menurut para Imam as-solafus-soleh dan para muhaqqiq (ulama peneliti) ialah : “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah.”(5)
e) Jamaah Tabligh dari Delhi (Nizhamuddin) memberi tafsir sendiri, iaitu:
    • “Merealisasikan Kalimat Thayyibah ‘Laa Ilaha Illallah Muhammadar Rasulullah’ seperti berikut: “Mengeluarkan keyakinan yang rosak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahawasanya Dialah sang pencipta, maha pemberi rezeki….Maha menghidupkan dan mematikan.”
    • Tafsiran ini tafsir baru, bukan dimaksudkan ia terhad kepada tawhid rububiyyah sahaja.
6) Tauhid Wahdatul Wujud, Bahayanya Ke Umat Islam
a) Falsafah Yunani khasnya falsafah Plato (427-437sm) dan Aristotle (384-322sm) berkenaan kejadian alam telah banyak mencemar aqidah umat Islam melalui konsep wahdatul wujud dan Tasauf Falsafi. Mereka membawa
konsep Penjelmaan Tuhan dalam alam benda dan makhluk. Inilah asas agama Hindu.
Falsafah Plato mengganggap Tuhan sebagai satu roh yang sempurna. Dunia ini adalah pancaran sinar yang mengalir daripada Tuhan. Sinar akan kembali kepada Tuhan yang sentiasa sama. Tiada lain yang wujud melainkan Tuhan. Tidak ada pencipta atau makhluk Tuhan boleh diumpamakan sebagai lampu menyebabkan pancaransinar cahaya (yang merupa alam benda) iaitu alam benda adalah suatu penjelmaan “tuhan’ di alam raya. Prosess itu adalah prosess automatic (proses tajali) atau proses sebab musabab bukan proses iradah (kemahuan).
Guru Plato bernama Pythagorus (500sm) telah mengutarakan konsep hampir serupa bernama konsep ‘pemindahan arwah’(reinkarnasi) atau (transmigration of souls). Roh setiap makhluk berpindah daripada daripada satu jasad ke jasad yang lain. Konsep ‘Karma’ dan ‘Penjelmaan’ dalam agama Buddha dan Hindu ada kaitan yang rapat dengan konsep pemindahan arwah ini. Mazhab Yunani yang awal yang terkenal sebagai ‘Ionian’ percaya adanya Tuhan yang satu tetapi Tuhan itu wujud di dalam alam semesta (alam tabii). Penjelmaan tuhan dalam bentuk matahari adalah yang paling masyhur.
Yunani Purba percaya bahawa, tuhan matahari bernama ‘Mitra’ lahir pada 25hb December. Menurut Ensiklopedia Britannica “Perayaan hari lahir Jesus adalah bersumber dari adat Jahiliyah…25 December di Rom,adalah hari perayaan kelahiran tuhan matahari”. Menurut agama Yunani purba ini Tuhan matahari berehat pada hari Ahad, maka hari Ahad diisytiharkan sebagai hari matahari (Sunday) dan ia menjadi hari cuti am. Di zaman jahiliyyah Rom, mereka merayakan kelahiran Tuhan-tuhan matahari seperti Osiris, Horus, Hercules, Jupitor, Seturn dan Adonis.
b) Plato,Konsep Gnosis dan Kitab Berzanji
Pemikiran Plato banyak mempengaruhi pemikiran golongan mistik, sufi dan tasauf falsafi. Latihan-latihan kerohanian dilaksanakan bertujuan untuk bersemadi dengan tuhan. Antara latihan itu ialah bermeditasi berzikir dengan muzik sambil menari dengan rancak, mengadakan pergaulan haram (berjimak), berzikir sepanjang hari di dalam kelambu atau di dalam hutan rimba untuk meleburkan diri dalam tauhidullah (fana’ fillah). Pengaruh dari gnosis (makrifah) Neo Platonisme Yunani terdapat dalam falsafi. Pemikiran “gnosis” yang menghubungkan Allah dengan roh manusia (cara mistik) membawa kepada konsep ‘Hakikat Muhammadiyyah’ dan ‘insan al-kamil’. Ahli ahli tasauf yang menjadi mangsa pada pemikiran bahawa manusia boleh mencapai keperingkat ‘insan al-Kamil’ tersebut00 adalah seperti Hallaj Ibn Sab’n, Ibn Arabi dan lain-lain.
Di dalam ‘ Kitab Berzanji’ di penggal 1 baris 5 dan 6 boleh membawa erti bahawa Nabi s.a.w (Hakikat Mihammadiyyah) berpindah-pindah daripada satu jasad (moyang-moyang) ke jasad yang lain. Konsep ini serupa dengan konsep ‘reinkarnasi’ dalam agama Hindu.
Ia berbunyi :
“Kupohon semoga Allah mencucuri rahmat dan selamat kepada junjungan an yang Nurnya mulu-mula dijadfikan Allah di alam nyata. Nur yang berpindah dari keturunan demi keturunan, yang semuanya keturunan mulia.”
Sila lihat satu rajah di lampiran yang dipetik dari buku ‘Martabat Tujuh Tajalli (penampakan) Allah melalui Tujuh Martabat. Di keluarkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, tahun 1998.Hlm 60.
Sumber Tasauf Falsafi lahir dari pemikiran mentakwilkan ayat al-Quran atau hadis menurut fahaman falsafah yang di istilahkan oleh mereka ‘takwil isyari’ ‘(metaphorical interpretation). Slogan meraka ialah ‘setiap zahir ada makna batin, setiap wahyu ada takwil’. Menurut mereka ayat al-Quran mengandunggi makna ibarat sahaja . Penganut tasauf falsafi berpendapat bahawa ilmu zahir membawa kepada syak dan zan. Makrifah sebenar ialah “pemerhatian batin”, mujahadah dan membersihkan jiwa. Golong tasauf ini melabelkan ulama hadis dan fiqah sebagai ulama zahir (ulama kulit). Ulama batin adalah ulama isi. Ulama batin mendapat ilmu dari laduni! Mereka dapat ilmu direct dari yang hidup “Tuhan”. Mereka tidak perlu ambil ilmu dari para ulama hadis yang sudah mati! Yang betulnya atau sebenarnya, mereka itu akan dapat ilmu dari bisikan syaitan atau syaitan dalam bentuk manusia. Ramai ulama Ahlus Sunnah telah menulis dan mendedahkan konspirasi (tipu helah) ini. Sila lihat rujukan-rujukan di akhir kertas kerja ini.
c) Aqidah Syiah
Ajaran Syiah ITSNA ASYARIYAH yang diikuti oleh pehak majoriti di Negara Iran kini banyak membawa aqidah karut batiniyyah seperti ketuhanan manusia. Adalah menjadi rukun aqidah ‘Syiah Imamiyyah’ bahawa para imamnya yang berjumlah dua belas itu adalah maksum (tidak mungkin berbuat salah) dan mereka tahu ilmu di alam ghaib, hingga tahu apa yang telah jadi dan apa yang akan terjadi (Al-Kulaini dalam buku Al-Kafi) Imam Khomeini, berkata:
“Imam-imam kami mencapai kedudukan yang tak dapat dicapai malaikat atau pun para Nabi yang diutus”. (Khomeni dalam buku ‘Al-Hukumatul Islamiyyah.’)
Mereka mengkafirkan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ahlus Sunnah dianggap najis, boleh dibunuh dan dirampas harta mereka seperti mana berlaku di Iraq, Labanon, Syria dan di Pakistan hari ini.
d) Kesimpulan
Kesimpulannya ajaran wahdatul wujud adalah aqidah yang asing dari Islam yang datang dari luar dan sedang mempengaruhi umat Islam, secara tahu atau tidak tahu hakikat aqidah itu.
Oleh itu pelajaran aqidah ahlus Sunnah wal Jamaah yang betul seperti mana dipegang oleh salaful ummah adalah suatu perkara sangat penting dan dharurah.Wallahu a’lam bis-sawab.
Sulaiman Noordin
25hb July 2007
Rujukan
1) Imam Abu Jaafar Ath-Thahawi, (239 – 321H) seorang Ahli Fiqh dan Hafiz.Ibn Kathir dalam ‘Al-Bidayah wan Nihayah’ berkata “dia seorang penghafal,tepercaya dan pakar hadis”.
    2) ‘Kitab Tauhid’ Dr. Salih Bin Fauzan . Terjemahan Hasan Bashori Darul Haq, Jakarta, 1999M, Hlm 41.
3) ’Syarah Aqidah Ath-Thahawiyyah’ Ibid hal.21.
4) Ibid : Hlm 19
5) Kitab Tawhid Dr. Saleh Bin Fauzan. Ibid. Hlm 53.
Lampiran :1, 2, dan 3.
Buku Bacaan.
    1. “Syiah” Kesesatan dan Penyelewengan oleh Sa’id Hawwa Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Alih Bahasa oleh Hj Ghazali. Pustaka Awan Press K. Bharu Kelantan, 1990.
    2. “Khomeni A Moderate or a Fanatic Shi’ite.” Oleh Dr. Abdullah Muhammad Ghareeb. Alih Bahasa oleh Bilal Philips. Pustaka Ushamurni, K. Lumpur 1987.
3. “Sejarah Pemikiran 2”
Sulaiman Noordin, PPU, Univ Kebangsaan Malaysia, 1999.
4. “Martabat Tujuh”
Abdulfatah Haron Ibrahim. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia. 1998.
    5. “Tasauf Falsafah dan Wahdatul Wujud Menurut Islam” Prosiding Seminar. Badan Perkhidmatan Penerangan Islam Selangor Dan Wilayah Persekutuan (BPPI) (1999).
Sila lihat laman web www.salafimalaysia.com
    1. “Terjemah Berzanji Maulidur – Rasul s.a.w. Amir Marzuki.Jabatan Agama Islam,Selangor – 1995.
Nota: Para Ilmuan Islam yang masyhur yang terpengaruh dengan teori Emanasi (Penjelmaan)Yunani tersebut di atas termasuk Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Rushd dan Ibn Sina. Mereka mentakwilkan makna ayat-ayat al-Quran sesuai dengan konsep kosmogoni Yunani. Umpamanya syurga ditakwilkan kepada suatu nikmat bukan suatu tempat hakiki.

dikutip dari
http://salafiharoki.wordpress.com/2008/02/02/tauhid-rububiyyah-tauhid-uluhiyyah-dan-wehdatul-wujud/